Depok, 22 April 2022—Pengembangan energi terbarukan di Indonesia nyatanya belum sepenuhnya dimanfaatkan. Padahal energi terbarukan yang ramah lingkungan pengganti energi konvensional  dapat menjaga bumi dari emisi karbon. Terlebih krisis iklim yang terjadi di Indonesia juga  telah mencapai batas yang mengkhawatirkan,Transisi energi sangat diperlukan. Hal ini disampaikan pada diskusi scholarium  “Menyoal Krisis Iklim dan Energi di Indonesia” yang diselenggarakan oleh LP3ES.

“Target transisi energi ini tidak tercapai, kalau transisi energi itu ada perubahan iklim ada komitmen dalam kebijakan net zero emission dan transisi energi bersih, bauran energi itu tidak dapat tercapai ditahun 2025, jadi realisasinya tidak tercapai” Ujar Donny Yoegiantoro 22/04/2022.

Selain itu, Krisis iklim yang terjadi di Indonesia telah menyebabkan dampak yang serius terkait pangan. Kemarau dan curah hujan yang tinggi mengakibatkan terancamnya sektor pertanian dan kelautan di Indonesia. Apalagi biaya untuk menangani krisis iklim itu sendiri bisa mencapai 100 T pertahun, bahkan hingga periode 2020-2024 mencapai 544 T. Menurut Adila dari greenpeace Indonesia, sektor yang menumbang emisi gas rumah kaca terbesar adalah dari energi di tahun 2030 karena menurutnya kita masih bergantung pada pembakaran bahan bakar fosil. Menurut data 88% listrik di Indonesia berasal dari bahan bakar fossil, hanya 12,6% saja berasal dari energi terbarukan.

Senada dengan Donny, Adila menganggap bahwa kedepan Indonesia tidak dapat mencapai komitmen pemanfaatan energi terbarukan.

“Ketergantungan kita terhadap batu bara akan tetap didominasi sampai tahun 2030 mendatang, jadi kita masih bergantung dengan energi fosil ini, Jadi komitemen iklim kita akan sulit dicapai” Ungkap Adila Isfandiari Greenpeace Indonesia 22/04/2022.

Namun sangat disayangkan Indonesia masih ingin membangun PLTU dalam sepuluh tahun mendatang. Padahal kita ditargetkan ditahun 2050 harus net zero emission, ternyata ditahun 2060 Indonesia masih terjebak dalam gas emisi yang sangat besar .

Disamping itu keterlibatan anak muda dalam persoalan krisis iklim di Indonesia dianggap penting untuk mengatasi persoalan iklim di Indonesia, sebesar 52 % Generasi muda khawatir terhadap perubahan iklim hal ini disampaikan oleh Geani komunitas “koprol iklim”.

Share This