HUKUM DAN HAM
Program Demokrasi dan HAM dan Berdirinya CESDA
Gagasan berdirinya CESDA berawal dari diskusi empat orang pimpinan LP3ES. Sekitar tahun 1992 Direktur LP3ES Aswab Mahasin (1986-1992) bersama Rustam Ibrahim (Wakil Direktur), Didik J. Rachbini (Kepala Divisi Penelitian) dan Entjeng Shobirin (staf senior) berdiskusi dan sepakat untuk mendirikan suatu bagian di dalam LP3ES yang bergerak dalam bidang penelitian, pendidikan dan penerangan HAM dan demokrasi. Bagian ini kemudian diberi nama CESDA (Center for the Study of Democracy) yang kepemimpinannya dipercayakan kepada Entjeng Shobirin. Entjeng dibantu beberapa staf antara lain Rahadi T. Wiratama dan Naning Mardiniah. Kemudian juga masuk Adnan Anwar dan Wildan Pramudya. Awalnya karena dana yang terbatas, aktivitas hanya dibatasi pada diskusi-diskusi dan seminar.
Pada tahun 1993 LP3ES menyusun proposal untuk menyelenggarakan polling. Pelaksanaan polling ini diilhami pemikiran George Gallup, pendiri Gallup Poll (1935) yang merupakan pionir dari lembaga survei di Amerika Serikat. Gallup mengatakan bahwa polling adalah the pulse of democracy (urat nadi demokrasi). Gallup melihat bahwa opini publik merupakan kearifan kolektif rakyat biasa, dan hasil dari polling merupakan “mandat dari rakyat” yang harus dijalankan oleh pemimpin-pemimpin nasional mengenai arah kebijakan yang mereka inginkan untuk dijalankan oleh pemerintah. Dengan perkataan lain opini publik dapat menjadi alat kontrol terhadap demokrasi perwakilan. Melalui polling suara dari mayoritas masyarakat yang diam dibawa ke permukaan politik untuk disampaikan kepada para pembuat kebijakan publik. Gagasan ini kemudian mendapatkan dukungan pendanaan dari The Asia Foundation (TAF).
Di awal reformasi LP3ES melakukan kerjasama dan menerima bantuan dana cukup besar dari beberapa lembaga donor yang membantu Indonesia dalam proses reformasi politik berupa transisi ke demokrasi. Terutama dari USAID/ OTI dan banyak lembaga donor lainnya melalui UNDP. Bantuan digunakan LP3ES terutama untuk kegiatan pemantauan Pemilu (election monitoring) dan pendidikan pemilih (voter education). Beberapa bentuk kegiatan yang dilakukan antara lain adalah survei preferensi pemilih, voter registration audit, quick count, exit polls, dan lain-lain. Keahlian dan pengalaman yang diakumulasi LP3ES dalam bidang polling/survei juga telah mengundang donor meminta jasa keahlian LP3ES untuk bekerjasama dengan mereka, antara lain melakukan Survei Pendanaan LSM di Indonesia (1998-2001) dari The Sasakawa Peace Foundation; Studi dan Advokasi Pemberdayaan Asosiasi Bisnis di Indonesia (1999-2000) dari CIPE (Center for International Private Enterprise); Studi Mengenai Tingkat Upah dari Business for Social Responsibility; Survei Pendapat Nasional tentang Masalah Politik (2000-2001) dari CSSP (Civil Society Strengthening and Support Program)/USAID dan banyak lagi.
Dalam bidang pelatihan, LP3ES melanjutkan program pendidikan HAM yang difokuskan untuk kalangan LSM daerah dan pesantren (1999-2002). Tidak kurang dari 300 penggiat LSM dan santri mengikuti pelatihan, terutama yang berasal dari provinsi-provinsi di Jawa dan Sumatera. Pelatihan ini diikuti oleh training of trainers yang diberikan kepada aktvis LSM dan santri pesantren terpilih yang telah memiliki pemahaman atau pengetahuan dasar HAM dan memiliki pengalaman sebagai trainers.15 LP3ES juga melakukan studi/riset aksi tentang pelaksanaan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (HESB). Riset aksi diikuti dengan proses penyadaran HESB melalui program pelatihan HESB. Boleh dikata training ini merupakan pelatihan HESB pertama kali yang diselenggarakan di Indonesia. Sebagai kelanjutan dari pelatihan LP3ES juga melaksanakan monitoring & advokasi pelaksanaan HESB, terutama yang berhubungan dengan pelayanan pendidikan dan kesehatan dasar. Pelatihan kemudian diikuti dengan penerbitan dan pengadaan sejumlah buku tentang demokrasi dan hak asasi manusia.
Sepanjang 1999 – 2002 LP3ES juga melanjutkan program bantuan kepada LSM kecil di Jakarta dan terutama di daerah agar upaya pengembangan demokrasi di Indonesia dapat dilakukan oleh lebih banyak LSM. Bantuan diberikan kepada LSM-LSM yang bergerak dalam bidang hak-hak kaum perempuan dan pengembangan demokrasi seperti pendidikan pemilih dan pemantauan Pemilu. Dengan dana bantuan USAID/OTI sebanyak 25 LSM daerah/lokal memperoleh bantuan program dan kelembagaan dari lebih 80 proposal yang masuk. Dari dana UNDP sebanyak 37 LSM dari 11 provinsi di Indonesia mendapatkan bantuan melalui LP3ES.
Setelah Pemilu 2004 bantuan lembaga donor untuk program-program demokrasi mulai menurun. Namun demikian sebagai dampak kerberhasilan LP3ES dalam pelaksanaan polling/survei dan quick count, LP3ES banyak diminta untuk melaksanakan survei untuk Pilkada. Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mulai 2005 pemilihan kepala daerah (Pilkada) dilakukan secara langsung. LP3ES kebanjiran permintaan untuk melakukan survei-survei. Mulai dari survei pendahuluan mengenai elektabilitas tokoh[1]tokoh politik di provinsi atau kabupaten/kota, elektabilitas mengenai pasangan calon, serta melaksanakan quick count di beberapa provinsi.