Jaga Nilai Kebangsaan
Salah satu kekuatan yang membuat bangsa Indonesia bertahan hingga saat ini adalah nilai-nilai kebangsaan yang di tanam para pendiri bangsa. Nilai-nilai itu mesti terus ditanamkan dan dikembangkan.
“Kita ini masih bertahan sampai hari ini karena desposito nilai yang ditanam di masa lalu, tetapi tidak ada reinvestasi, Dampaknya, di beberapa titik (daerah) sudah mulai aus, “kata Direktur Sekolah Pancasila Yudi Latif”.
Salah satu deposito nilai kebangsaan itu, adalah beragamnya latar belakang pendiri bangsa, yakni anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Iindonesia, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dan perumusan teks proklamasi.
Keberagamaan itu bukan hanya di dokumen konstitusi, melainkan juga diaktualisasikan pada pengalaman politik dimasa awal Republik Indonesia. Saat ini upaya untuk menanam kembali deposito nilai itu harus dilakukan sejumlah elemen atau komunitas di masyarakat. terkait hal itu. Yudi berpendapat bahwa lembaga negara seperti Badan Pembinaa Ideologi Pancasila mestinya lebih menjalankan fungsi seperti drigen dengan membentuk pusat-pusat studi di berbagai komunitas masyarakat dan memberi stimulan.
Elemen masyarakat yang harus menanam dan medepositokan kembali nila-nilai kebangsaan tersebut, antara lain sekolah, komunitas agama dan adat serta budaya, komunitas kerja dan pemukiman, serta komunitas media, ormas, dan organisasi politik.
Untuk komunitas agama, misalnya, Yudi mengatakan, Indonesia berbeda dengan Eropa. Di Eropa, kebangkitan nasionalisme diartikan dengan pudarnya agama di ruang publik Namun, di Indonesia, kebangkitan agama dan nasionalisme terjadi beriringan. “jadi jangan coba-coba memperhadapkan kebangsaan dengan agama di Indonesia,”
ia menambahkan, saham kebangsaan di Indonesia justru berasal dari sham agama-agama. Oleh karena itu, Negara mesti minta tolong pada komunitas Agama untuk membudayakan nilai-nilai pancasila di dalam komunitasnya.
Direktur LP3ES Fajar Nursahid mengatakan, tema “Kebangsaan dan Religiusitas” dipilih karena saat ini ada dikotomi cukup kuat di antara dua hal itu padahal, dua hal itu telah jadi modal sosial dan potensi bangsa sehingga tidak ada alasan untuk didikotomikan.
Jika antara religiositas dan kebangsaan terus dikotomikan, Fajar khawatir konsep negara bangsa yang diniatkan para pendiri negra bisa hilang. “kalaupun berjalan, (konsep negara bangsa akan) keropos karena tidak ditopang dua kaki (kebangsaan dan religiositas) yang equal.
Sumber : Kompas