Sketsa Masa Depan Indonesia Pasca Pemilu 2024

Sketsa Masa Depan Indonesia Pasca Pemilu 2024

Pada tanggal 16 Agustus 2023 pukul 15.35 sd. 17.40 WIB, telah berlangsung Serial diskusi “INDONESIA REBORN” bertajuk Sketsa Masa Depan Indonesia Pasca Pemilu 2024 secara hybrid di Kantor LP3ES Jln. Pangkalan Jati 71 Cinere. Selain sebagai penghormatan atas peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia ke 78, juga sebagai bagian dari rangkaian selebrasi HUT ke 52 lembaga ini berbakti kepada nusa dan bangsa. Narasumber utama dalam diskusi ini yaitu Fachri Ali, Didik J Rachbini dan Bivitri Susanti. Selengkapnya acara ini bisa diikuti di kanal youtube LP3ESTV
https://www.youtube.com/watch?v=n7Fr2nG7ZAM&t=75

Diskusi dipandu oleh Wijayanto, salah satu elit LP3ES yang juga Pakar Ilmu Pemerintahan.

Dalam pengantarnya, Direktur Eksekutif LP3ES Fahmi Wibawa menyebut bahwa kegiatan seperti ini akan digelar terus menerus secara terjadwal sampai dengan 14 Februari 2024 (countdown), sebagai bentuk kepedulian masyarakat sipil atas sepinya diskusi publik mengapa Pemilu 2024  penting buat bangsa ini. Lebih lanjut Fahmi menyampaikan keprihatinannya atas sesaknya pemberitaan media dengan “pertunjukan sirkus” tokoh partai politik menggadang-gadang jago Capres Cawapres-nya, tanpa sedikitpun penyinggung kontribusi yang akan mereka lakukan untuk mengatasi berbagai permasalahan bangsa ke depan. Oleh karenanya, lanjut Fahmi, LP3ES akan mendiskusikan isu-isu strategis countdown 14 Februari 2024 terutama untuk tema-tema seperti Masa Depan Papua dan Kawasan Timur Indonesia Pasca Pemilu 2024, Masa Depan IKN dan PSN Pasca Pemilu 2024, Ekonomi Politik Luar Negeri Indonesia Pasca Pemilu 2024, Lingkungan dan Tata Kelola Pertambangan Pasca Pemilu 2024, Tata Kelola Energi Pasca Pemilu 2024, Ruang Digital dan Kebebasan Sipil Pasca Pemilu 2024, Demokrasi Lokal dan Oligarki Politik Pasca Pemilu 2024, Pemerintahan Desa dan Pembangunan Kesejahteraan Pasca Pemilu 2024, Ekonomi Industri dan Kesejahteraan Buruh Pasca Pemilu 2024, Partai Politik dan Relawan Politik Pasca Pemilu 2024 dan Masa Depan Ideologi dan Etika Berbangsa Pasca Pemilu 2024.

Dalam penjelasannya, secara ekonomi, Didik Rachbini menyoroti tingginya ketimpangan ekonomi yang bisa menjadi faktor distabilitas dalam berdemokrasi. Kapasitas ekonomi yang besar, dengan pertumbuhan investasi yang terus menjulang, tidak akan memberikan efek kesejahteraan rakyat karena dana APBN banyak digelontorkan dalam bentuk aneka subsidi. Memang secara politik banyaknya subsidi yang diberikan kepada rakyat akan membuat siapapun presidennya populis. Namun ke depan, Didik mengingatkan, Bangsa ini akan tetap dalam middle income trap bila presiden hasil Pemilu 2024 nanti meneruskan kebiasaan presiden-presiden sebelumnya seperti SBY dan Jokowi, yang banyak menebar subsidi tanpa dimbangi dengan peningkatan kebijakan mendasar untuk industrialisasi yang memajukan rakyat.

Dari sisi hukum, Bivitri Susanti menyampaikan bahwa KUHP masih dengan wajah paradigma kolonial dimana hukum untuk mengatur ketertiban masyarakat berdasarkan keinginan penguasa. Demikian halnya dengan turunan hukumnya pun masih sama. Berita bohong yang menimbulkan keonaran digunakan untuk membungkam kebebasan berpendapat. Hukum sebagai alat untuk meraih capaian pembangunan seperti undang-undang cipta kerja dalam mengejar capaian ekonomi. Dan cenderung abai terhadap hak-hak manusia dan lingkungan. Demikian juga UU Minerba yang dibuat dalam paradigma capaian ekonomi atau investasi yang menguntungkan bagi invenstor tapi tidak bagi rakyat

Kedepan, lanjut Bivitri, Presiden yang layak pilih  yaitu presiden yang mampu mengubah cara pandang hukum, sehingga menjadi instrumen bagi negara untuk memenuhi hak konstiusional warga. Presiden mendatang mesti bisa menempatkan tata kelola di bidang hukum berjalan secara teknokratis.

Secara politik, Fachry Ali memberi ilustrasi yang sangat runtut dan menarik, dengan mengambil pelajaran fenomena berharga 100 tahun lalu, sekitar tahun 1924 manakala para intelektual dan cendekiawan menjamur dan leluasa mengartikulasikan tujuan kemerdekaan. Saat itu, bibit kaum terpelajar melahirkan gerakan nasional yang memunculkan gagasan dan ide kemerdekaan 1945.

Saat ini partai politik mengalami krisis gagasan ideal tentang Indonesia ke depan. Krisis gagasan ini menyebabkan panggung politik Indonesia sepi dari perbincangan tentang gagasan Indonesia pasca pemilu 2024. Reintelektualisasi politik Indonesia mendesak untuk dilakukan.

Lebih lanjut Fachri menyatakan, partai politik lah yang seharusnya merumuskan Indonesia ke depan, bukan hanya sibuk karena bingung untuk sekedar menentukan cawapres pemilu 2024 mendatang. Artinya, reintelektualisasi Politik Indonesia penting dan mendesak untuk dilakukan supaya pilihan-pilihan politik tidak semata disandarkan pada political forces (basis massa pendukung) seperti yang berlangsung saat ini namun juga ditentukan oleh kalkulasi ideologis yang bermuatan gagasan ideal tentang masa depan Indonesia.

Direktur Eksekutif LP3ES: Jaga demokrasi dengan Sekolah Demokrasi

Direktur Eksekutif LP3ES: Jaga demokrasi dengan Sekolah Demokrasi

Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) menggelar ‘Sekolah Demokrasi’ Angkatan Ke-3

Menurut Direktur Eksekutif LP3ES Fajar Nursahid, sekolah ini diselenggarakan untuk menjaga demokrasi Indonesia tetap di rute yang tepat. “Forum Sekolah Demokrasi ini menjadi ikhtiar untuk membangun demokrasi dan menjaga demokrasi di rute yang tepat,” ujar Fajar Nursahid dalam keterangan tertulisnya, Kamis (12/8).

Fajar mengatakan pandangannya saat memberi sambutan pada pembukaan Sekolah Demokrasi yang akan diselenggarakan dari 12-19 Agustus 2021. Bagi Fajar, partisipasi masyarakat menjadi hal yang sangat penting dalam keberlangsungan negara, oleh karena itu ia mendukung penyelenggaraan Sekolah Demokrasi yang kini telah mencapai angkatan yang ketiga. Sebanyak 41 orang peserta, berasal dari unsur yang beragam yaitu akademisi, mahasiswa, jurnalis, pengurus partai politik.

Kemudian tokoh masyarakat/agama, aktivis penyelenggara pemilu, hakim dan anggota legislatif, akan mengikuti Sekolah Demokrasi Angkatan III. Peserta yang terlibat dalam Sekolah Demokrasi berasal dari Aceh sampai Papua dan merupakan peserta terpilih dari 204 pendaftar.

Sekolah Demokrasi Angkatan III ini mencoba untuk mendorong terwujudnya generasi baru yang akan meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia.

Ketua Dewan Pengurus LP3ES Didik J. Rachbini juga menyampaikan sambutan dan harapan kepada para peserta Sekolah Demokrasi. “Lembaga ini memiliki pengalaman yang sangat mumpuni dalam ranah pelatihan yang berkaitan dengan peningkatan kualitas demokrasi,” ucap Didik. Berlandaskan pada pengalaman tersebut, Didik melanjutkan, tidak mengherankan Sekolah Demokrasi bersifat eksklusif, dalam artian para peserta harus melalui proses seleksi yang ketat. Didik berharap agar para peserta Sekolah Demokrasi dapat menjawab tantangan-tantangan demokrasi yang kini sedang dihadapi oleh negara dalam masa pandemi COVID-19. Penutupan sekolah demokrasi akan diiringi oleh peluncuran buku yang berasal dari forum diskusi mingguan yang telah berlangsung sejak Oktober 2020 – Juni 2021 dan melibatkan 134 ilmuwan sosial politik dari seluruh dunia.

Sumber : jpnn.com

Di Balik Naik-Turun Elektabilitas: Anies, Ganjar, dan Ridwan Kamil

Di Balik Naik-Turun Elektabilitas: Anies, Ganjar, dan Ridwan Kamil

Oleh: Fajar Nursahid, Direktur Eksekutif LP3ES

Dalam kajian online LP3ES tentang dinamika elektoral di tengah pandemi kemarin sore (16/6), Drone Emprit mengungkap temuan menarik dibalik naik-turun tingkat elektabilitas Anies BaswedanGanjar Pranowo dan Ridwan Kamil. Ketiganya, memang kepala daerah yang menurut sejumlah survei paling moncer elektabilitasnya. Sebelumnya, minggu lalu Indikator Politik Indonesia merilis elektabilitas tiga kepala daerah ini di bulan Mei dibandingkan Februari lalu. Elektabilitas Anies turun, sementara Ganjar dan RK naik.

Menurut analisis big data Drone Emprit periode 9 Mei – 8 Juni terkait penanganan pandemi, hashtags terkait Anies dipenuhi serangan, bukan dukungan. Ini tidak terjadi pada Ganjar dan RK. Mengapa demikian?

Kita tahu, Anies memiliki beban politik elektoral warisan Pilkada DKI 2017: masyarakat yang terbelah. Sistem Pilgub DKI mensyaratkan pemenang mendulang suara lebih dari 50 persen sehingga pemilihan berlangsung dua putaran. Akibatnya, terjadi kontestasi politik yang runcing karena dua pasang calon (Anies-Sandi dan Ahok-Djarot) berhadapan secara “head to head.” Selain itu, Pilgub 2017 juga diwarnai gelombang protes yang  tajam terhadap Ahok karena kasus “Al-Maidah”. Anies, adalah proxy dari kekuatan massa anti Ahok. Sebaliknya, massa pendukung Ahok, adalah juga sekaligus pembenci Anies.

Sikap oposisi biner ini berlangsung relatif konsisten, bahkan sekarang ini sentimennya meluas karena dalam banyak isu termasuk dalam penanganan Covid-19, Anies dicitrakan berhadapan dengan Presiden Jokowi. Sebutan “Gubernur Indonesia” oleh pendukung, lalu berbalas sebutan “Gabener” oleh lawan-lawan politiknya, mengkonfirmasi keterbelahan politik yang terjadi.

Situasi ini tidak terjadi dengan Gubernur Ganjar maupun RK yang memenangi Pilgub Jawa Tengah dan Jawa Barat pada tahun 2018. Ganjar, meski terpilih dari proses pemilihan “head to head” melawan Sudirman Said, rekonsiliasi masyarakat di Jawa Tengah cepat terjadi. RK, karena memenangi pemilihan atas empat pasangan calon, sama sekali tidak menghadapi pembelahan politik serius seperti dihadapi Anies.

Lalu, apakah serangan terhadap Anies di media sosial sebagaimana ditunjukkan Drone Emprit menjadi faktor penyebab turunnya elektabilitas? Diduga kuat, iya. Meskipun tak ada faktor tunggal yang mempengaruhi naik-turun elektabilitas, tetapi sentimen negatif media sosial memiliki pengaruh besar terhadap persepsi. Sementara kita tahu, pengukuran elektabilitas selalu didasarkan pada opini publik yang terbentuk, salah satunya karena persepsi.

Sumber : kompas.com