by lp3es2022 | Apr 12, 2019 | Demokrasi
Sembilan hari lagi, tepatnya tanggal 17 April 2019, negeri ini akan menyelenggarakan pemilihan umum (Pemilu) 2019, yakni Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden. Inilah pemilu serentak pertama di Indonesia sepanjang sejarah. Pada tanggal tersebut, kita akan memilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dan memilih Presiden dan Wakil Presiden. Sebuah perhelatan politik akbar yang tentu saja menguras energi yang luar biasa, menghabiskan dana yang sangat besar serta melibatkan beragam kepentingan.
Acara Seminar Politik Uang dalam Pemilu 2019 hari Senin 8 April 2019 ini diselenggarakan oleh LP3ES bekerjasama dengan INDEF, diinspirasi oleh terbitnya buku Democracy for Sale: elections, clientelism and the state in Indonesia karya Edward Aspinall dan Ward Berenschot (Cornell University Press, 2019). Seminar ini dibuka dengan Sambutan oleh Ismid Hadad (Ketua Pengurus BINEKSOS: Perhimpunan Indonesia untuk Pembinaan Pengetahuan Ekonomi dan Sosial) – sebuah lembaga independen yang membentuk LP3ES pada tahun 1971, menampilkan para pembicara:
- Prof Edward Aspinall, Ph.D (Australia National University) – penulis buku Democracy for Sale: elections, clientelism and the state in Indonesia.
- Ward Berenschot, Ph.D (KITLV Belanda) – penulis buku Democracy for Sale: elections, clientelism and the state in Indonesia.
- Daniel Dhakidae, Ph.D – Pemimpin Redaksi Jurnal Prisma – LP3ES
- Wijayanto, Ph.D – Pengajar di Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) Universitas Diponegoro, Semarang. Meraih gelar doktor dari Institute for Area Studies (IAS) Universitas Leiden, Belanda.
Seminar dipandu oleh Prof Dr Didik J. Rachbini (Ketua Dewan Pengurus LP3ES).
Sekadar menyebut beberapa kejadian: akhir Maret 2019, masyarakat dikagetkan oleh hasil OTT KPK yang menemukan empat ratus ribu amplop berisi uang total 8 milyar rupiah yang diduga milik salah satu politisi partai besar di Indonesia yang diniatkan untuk “serangan fajar”. Berita ini mendahului berita-berita sebelumnya di antaranya OTT KPK terhadap politisi muda yang juga ketua umum partai Islam yang diduga terlibat aksi suap dalam rangka jual-beli jabatan.
Dua Indonesianis (Edward Aspinall dan Ward Berenschot) me-release bukunya saat korupsi masih merupakan problem utama yang menghantui peradaban kita. Juga, mereka menunjukkan kepada kita bahwa politik uang, korupsi, ketimpangan ekonomi dan oligarkhi merupakan problem yang tak saling berkaitan, namun juga berkaitan erat.
Ed dan Ward menawarkan peta jalan bagi problem politik uang yang menghantui peradaban kita yang membutuhkan partisipasi tiga aktor: elit, masyarakat sipil dan lembaga pemilu. Dari sisi elit, kita membutuhkan generasi elit politik yang berani hadir dengan politik programatik. Artinya mereka berani bertarung memenangkan pemilu bukan dengan menawarkan uang atau imbalan, namun menawarkan program. Masyarakat sipil juga perlu kuat dalam mengorganisir diri agar menjadi kekuatan yang mampu mendorong bagi berakhirnya klientelisme dan menggantinya dengan politik gagasan. Dari segi desain pemilu, kita perlu mendesain sistem pemilu yang murah tanpa harus mengorbankan sisi keterwakilan dan akuntabilitas yang menjadi hal utama dalam demokrasi.
Seminar – merupakan kegiatan ilmiah dan salah satu bentuk pengembangan ilmu yang menjadi concern LP3ES – ini sangat penting dan relevan, karena politik uang adalah masalah yang ‘menghantui’ peradaban politik kita hari ini hingga waktu yang kita belum tahu kapan akan berakhir. Semoga akan ada gagasan baru yang lahir dari kegiatan seminar ini.
by lp3es2022 | Apr 12, 2019 | Konflik, Sosial
Penggunaan sosial media telah menjadi tren di para pemuda dan pemangku kepentingan di Indonesia, terutama di Jakarta untuk menyalurkan pendapat mereka mengenai isu-isu sosial, politik, dan keagamaan. Kampanye sosial bisa melalui media online, aplikasi, dan mendia tradisional seperti radio dan televisi untuk menyampaikan ide tertentu ke grup tertentu di kampus atau kelompok pemuda. egi negatifnya menunjukkan bahwa tidak jarang mereka mudah terpancing oleh informasi hoax atau saling bully di media sosial. Akibatnya mudah tersinggung yang berujung pada konflik dengan kekerasan.
Program pemberdayaan pemuda dalam rangka pengembangan demokrasi tanpa kekerasan yang diselenggarakan oleh LP3ES Jakarta atas dukungan UNDEF-FUND. Salah satu capaiannya adalah adanya jaringan pemuda yang berkomitmen dalam mengembangkan kapasitasnya sebagai bagian dari aktor perdamaian. Pengembangan kapasitas tersebut diwadahi melalui kegiatan-kegiatan pelatihan dalam rangka mendukung kemampuanpemuda tersebut sebagai agent of peace.
Target lainnya dalam program ini adalah pencegahan konflik yang akan dilakukan oleh sekelompok pemuda terlatih dengan memanfaatkan teknologi informasi atau lebih dikenal dengan istilah berbasis aplikasi dan sebagai bagian dari kampanye perdamaian.
Sebagai bagian dari wujud komitmen dalam mencapai target tersebut, LP3ES akan mengadakan kegiatan peningkatan kapasitas bagi pemuda dalam mencegah konflik. Pelatihan selama dua hari ini akan mengajarkan mengenai pencegahan konflik dengan model kampanye berbasis aplikasi IT. Para peserta diharapkan dapat mengaplikasikan indikator-indikator yang telah disusun pada pertemuan sebelumnya sebagai instrumen pencegahan konflik dalam aplikasi yang telah dibuat. Kedepan peserta diharapkan dapat berkontribusi untuk pencegahan konflik dengan kekerasan berbasis aplikasi. Pasca pelatihan tiap peserta akan diberi tugas untuk melakukan monitoring dan memasukkan hasil monitoring pada aplikasi yang telah disiapkan dalam rangka kampanye perdamaian.
Sebagai bagian dari wujud komitmen tersebut, LP3ES, Masagena Center dan Ilalang Papua akan mengadakan kegiatan peningkatan kapasitas bagi pemuda mengenai kampanye pencegahan konflik berbasis IT. Pelatihan selama dua hari ini akan mengajarkan mereka mengenai implementasi early warning sistem via aplikasi AWAS, serta kampanye Pencegahan Konflik Berbasis IT. Pasca pelatihan mereka diharapkan dapat berkontribusi pada pusat informasi untuk pencegahan konflik dengan kekerasan berbasis aplikasi. Serta terlibat aktif membuat kampanye damai dan mempublikasikannya melalui media sosial.
by lp3es2022 | Dec 19, 2017 | Konflik, Sosial
Yayasan Masagena Center (YMC) bekerja sama dengan Lembaga Penelitian Pendidikan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) mengelar Pelatihan Riset bagi Pemuda dalam Menganalisis Sumber Konflik. Pelatihan ini dilaksanakan di Hotel MaxoneMakassar, Selasa–Kamis, 19–21 Desember 2017.
Direktur Eksekutif YMC, Samsang, menjelaskan, kegiatan ini dilaksanakan karena salah faktor penting yang menghambat demokrasi di Indonesia adalah adanya konflik.
Dalam kebanyakan kasus, ungkap Samsang, konflik melibatkan kaum muda, baik sebagai korban atau pun pelaku. Survei LP3ES pada bulan Juni 2017 di Jakarta, Makassar dan Papua, mengungkapkan, 13% organisasi pemuda di Jakarta berpartisipasi dalam konflik dengan kekerasan dalam dua tahun terakhir, dan 28% untuk Makassar dan 6% di Papua.
“Di antara jumlah tersebut, konflik berbasis pemuda mencetak nilai tertinggi diikuti konflik berbasis agama dan etnis, konflik berbasis politik lokal dan konflik berbasis kebijakan publik,” bebernya.
Dengan mempertimbangkan fakta tersebutlah, LP3ES beserta mitra jaringan
Masagena Center di Makassar dan Ilalang di Papua berkomitmen untuk mengurangi konflik pemuda dengan kekerasan untuk mencapai konsolidasi demokrasi pada tahun 2030.
Samsang melanjutkan, dengan dukungan dari UNDEF-FUND, LP3ES beserta lembaga mitranya akan mengorganisasi pemuda sebagai agen perubahan yang mendukung pengembangan demokrasi damai di Indonesia.
Agenda tersebut menargetkan kaum muda di tiga kota, yaitu Jakarta, Makassar, dan Jayapura, melalui program pencegahan konflik berbasis aplikasi.
Ada pun kegiatan ini diikuti 20 peserta dari berbagai lembaga, setiap lembaga mengutus 1 orang perwakilan, di antaranya PC IMM MAKTIM, Pemuda Katolik Sulsel, IPBIMAR, Garda Bangsa PKB, HMB Organda Bima, BEM KEMA Fakultas Psikologi UNM, Skala X Pemuda Pampang, BEM FH Unhas, BEM FS Unhas, BEM Fakultas Pertanian UMI, MPM Fakultas Psikologi UIT, DEMA Tarbiyah UIN, Johari Cabang MAKTIM, IPNU Sulsel, IPMIL, Komunitas Pemuda Pannampu, Scooter Celebes Sulsel, JOIN dan POSPERA.
Dalam kegiatan itu menghadirkan beberapa pemateri, di antaranya A. Ahmad Yani dengan materi “Pemuda dalam Benturan Konflik Sektarian Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) dan Dr. A. M. Akhmar (Penelitian kualitatif YECWS: Paradigma dan mMetodologi) dan beberapa materi lainnya. (Baslam)
by lp3es2022 | Jun 27, 2017 | Konflik
Yayasan Masagena Center (YMC), kerja sama Lembaga Penelitian Pendidikan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) mengelar pelatihan riset bagi pemuda dalam menganalisis sumber konflik. Dilaksanakan di Hotel Maxone Jalan Pahlawan Makassar, dari Selasa-kamis 19-21 Desember 2017.
Salah satu pelaksana kegiatan tersebut Samsang (Direktur Eksekutif YMC) Menjelaskan, bahwa kegiatan ini dilaksanakan karena salah faktor penting yang menghambat demokrasi di Indonesia adalah adanya
konflik. Dalam kebanyakan kasus, konflik melibatkan kaum muda baik sebagai korban ataupun pelaku. Menurut survei yang dilakukan oleh LP3ES pada bulan Juni 2017 di Jakarta, Makassar dan Papua, mengungkapkan bahwa 13% organisasi pemuda di Jakarta
berpartisipasi dalam konflik dengan kekerasan dalam dua tahun terakhir, dan 28% untuk Makassar dan 6% di Papua.
“Di antara jumlah tersebut, konflik berbasis pemuda mencetak
nilai tertinggi diikuti konflik berbasis agama dan etnis, konflik berbasis politik lokal dan konflik berbasis kebijakan publik. Dengan mempertimbangkan fakta tersebut, LP3ES beserta Mitra jaringan
Masagena Center di Makassar dan Ilalang di Papua berkomitmen untuk mengurangi konflik pemuda dengan kekerasan untuk mencapai konsolidasi demokrasi pada tahun 2030,” ungkap Samsang.
Samsang melanjutkan, dengan dukungan dari UNDEF-FUND, LP3ES beserta lembaga mitranya akan mengorganisir pemuda sebagai agen perubahan yang mendukung pengembangan demokrasi damai di Indonesia yang menargetkan kaum muda di tiga kota, yaitu Jakarta,
Makassar, dan Jayapura, melalui program pencegahan konflik berbasis aplikasi, ujarnya.
Sementara itu, A. Ahmad Yani dari Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP) membawakan materi pada kegiatan ini, ia mengungkapkan, bahwa terjadinya konflik banyak penyebabnya anataranya etnis, kelompok yang biasa mempertahankan keegoannya dalam kelompok tersebut. Sehingga bisa memancing kelompok lainnya untuk konflik.
“Sesuai riset yang saya laksanakan, bahwa yang paling tinggi tinggi terjadinya konflik, pada tahun 1999 di zaman Soeharto. Bayangkan saat itu, Mahasiswa saja bicara politik kita ditangkap, tapi tahun 2000-2008 menurun,” kata Ahmad Yani sesuai tabel yang ia perlihatkan saat bawakan materi.
Adapun kegiatan ini diikuti 20 peserta dari berbagai lembaga, setiap lembaga 1 orang perwakilannya antaranya PC IMM MAKTIM, Pemuda Katolik Sulsel, IPBIMAR, Garda Bangsa PKB, HMB Organda Bima, BEM KEMA Fakultas Psikologi UNM, Skala X Pemuda Pampang, BEM FH Unhas, BEM FS Unhas, BEM Fakultas Pertanian UMI, MPM Fakultas Psikologi UIT, DEMA Tarbiyah UIN, Johari Cabang MAKTIM, IPNU Sulsel, IPMIL, Komunitas Pemuda Pannampu, Scooter Celebes Sulsel, JOIN dan POSPERA.
Dalam kegiatan itu menghadirkan beberapa pemateri antaranya A. Ahmad Yani (Pemuda dalam Benturan Konflik sektarian suku, agama, ras, dan antargolongan) dan DR. AM. Akhmar (Penelitian kualitatif YECWS: paradigma dan metodologi) dan beberapa materi lainnya.
Sumber. jurnalpost.com