Hasil Survei Diharapkan jadi Pemicu
Tingkat kepuasan publik layanan pengadilan mencapai 76 persen atau mencerminkan layanan pengadilan dinilai berada dalam kategori baik. Ini terungkap dari survei kepuasan publik dengan 720 respons di 60 pengadilan yang tersebar di 20 provinsi di Indonesia.
Hasil survei tingkat kepuasan ini diharapkan dapat memicu dan mendorong pengadilan lain yang tidak disurvei untuk meraih prestasi yang sama.
Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung Nugroho Setiadji, dalam sambutannya pada seminar diseminasi Survei Kepuasan Ppublik terhadap Layanan Pengadilan di Indonesia, Senin (27/5/2019), di Jakarta mengatakan, hasil survei tersebut bermanfaat untuk menjadi intropeksi.
“Ini diharapkan menjadi pemicu dan pendorong (pengadilan) yang tidak disurvei untuk dijadikan contoh,” ujar Nugroho.
Survei tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) bekerja sama dengan Badan Pengawas Mahkamah Agung RI serta dukungan proyek SUSTAIN EU-UNDP (Uni Eropa Program Pembangunan Perseikatan Bangsa-Bangsa).
Dari besaran indeks kepuasan publik sebesar 76 persen itu, diketahui tingkat kepuasan layanan informasi sebesar 74 persen. Sementara tingkat kepuasan pengguna layanan administrasi dan sidang sebesar 75 persen.
Selain itu, tingkat kepuasan bagi pengguna layanan mediasi sebesar 75 persen. Persentase terbesar diraih pada tingkat kepuasan layanan bantuan hukum oleh advokat piket, yakni 79 persen.
Ada peningkatan tingkat kepuasan pengguna layanan pengadilan tahun ke tahun. Survei serupa pada 2013 menunjukkan tingkat kepuasan yang muncul hanya 69,3 persen. Ini berarti selama 2014-2018 ada kenaikan indeks kepuasan publik sebesar 6,7 persen.
Untuk layan pengadilan ada lima variabel, yaitu tangible (bentuk fisik sarana dan prasarana pengadilan), reliability (keandalan sistem pelayanan), assurance (jaminan kualitas layanan), responsiveness (sikap tanggap), dan empati petugas.
Pemimpin tim survei LP3ES Alvon Kurnia Palma, mengatakan, survei itu dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Hal ini cenderung berbeda dengan survei yang dilakukan sebagian lembaga non pemerintah dimana yang dipakai adalah metode kualitatif. Selain kuesioner, pihaknya juga mengajukan sejumlah pertanyaan mendalam kepada para responden. (INK)
Sumber : Kompas