Ketidakadilan Sistemik Masalah Utama Kekerasan Terhadap Perempuan
Direktur Pusat Gender dan Demokrasi Julia Suryakusuma mengungkapkan bahwa dari ketiga kekerasan yang dihadapi perempuan kekerasan struktural merupakan jenis kekerasan terburuk karena seperti tidak disengaja dan lebih sulit untuk ditangani, hal itu disampaikan pada webinar pusat gender dan demokrasi 30/6/2022.
“Kekerasan struktural merupakan jenis kekerasan yang terburuk karena tidak langsung dan seperti tidak disengaja, misalnya kelaparan kekurangan pangan, kelangkaan minyak goreng, tidak ada akses terhadap pelayanan kesehatan, yang merupakan hasil kebijakan ekonomi kapitalis dan distribusi kekayaan yang tidak adil. Hal ini terkadang menyebabkan penyebab kekerasan struktural tidak terlihat jelas sehingga lebih sulit ditangani.” Ujarnya
Menurutnya kekerasan struktural itu muncul akibat stratifikasi sosial sehingga pemenuhan kebutuhan dasar manusia yaitu kelangsungan hidup, kesejahteraan, identitas yaitu suku agama dan seksual kebebasan berpendapat, dan lain lain tidak terpenuhi bahkan secara aktif dihalangi.
Ketidakadilan Sistemik Perempuan
Selain itu senada dengan Julia, Direktur Pusat Hukum dan HAM LP3ES, Herlambang P. WIratraman menyatakan kekerasan struktural itu telah diperkuat dan diawetkan oleh ketidakadilan sistemik melalui korupsi.
“Ketidakadilan struktural ini begitu sistemik dan itu menguatkan dan mengawetkan lapisan kekerasan struktural, misalnya Korupsi Sistemik yang begitu banyak melahirkan kekerasan struktural karena dampaknya sungguh nyata terhadap perlindungan pemenuhan hak ekonomi, sosial budaya yang jelas jelas akan menyingkirkan hak perempuan.” Ucapnya
Herlambang juga menjelaskan kekerasan struktural juga terus dilakukan melalui 3 hal utama yaitu institusionalisasi yang menggunakan instrumen demokrasi–sistem hukum untuk menindas perempuan, poverty lingkaran setan kemiskinan, dan tantangan proses serangan siber manipulasi dan pendangkalan informasi.
Wiyanti Eddyono yang merupakan dosen hukum pidana UGM juga menambahkan Dalam kondisi sekarang perempuan kerap terjerat diskriminasi yang berlapis baik karena perempuan agama minoritas, perempuan sebagai kepala keluarga yang terkadang oleh hukum tidak dipertimbangkan dan menurutnya sering kali Hukum sering melihat perempuan sebagai salah satu aspek dan homogen. Padahal homogenitas itu melanggengkan diskriminasi yang berlapis.
Normalisasi Kekerasan Terhadap Perempuan
Lebih lanjut Wiyanti berpendapat ada upaya-upaya untuk menormalisasi kekerasan dalam dunia pendidikan , pesantren dan kampus. Menurutnya normalisasi kekerasan telah mempengaruhi anggapan masyarakat.
” Normalisasi kekerasan ini sangat muncul pada dunia dunia pendidikan , pesantren, dimana kampus kampus, sempat pada kondisi menutup nutupi apa yang terjadi pada kampusnya sendiri demi atas nama baik kampus itu sendiri, nah ketika kekerasan dianggap normal sehingga orang yang dilaporkan yang dianggap bermasalah” Ujarnya.
Dekonstruksi Struktur Sosial di Masyarakat
Selain itu menurut Marianna Amiruddin dari Komnas Perempuan, kekerasan langsung sebetulnya merupakan buah dari kekerasan budaya dan struktural dan itu adalah basis dari kekerasan. Kekerasan struktural melahirkan kekerasan simbolik yang terjadi pada gender perempuan.
Oleh karenanya menurut Marianna perlu melakukan dekonstruksi dari semua aspek baik budaya struktur sosial dan kebaruan simbol-simbol yang menunjukan kesetaraan dan kedamaian yang bisa berasal dari aturan-aturan, dalam wejangan-wejangan supaya tidak ada kekerasan terhadap perempuan ucapnya.***