H.E. Marina Berg, Duta Besar Swedia untuk Indonesia, pada hari Rabu, 14 Desember 2022, melakukan kunjungannya untuk pertama kali ke kantor LP3ES, dalam rangka memenuhi undangan diskusi bersama yang digelar oleh Center Gender LP3ES. Diskusi ini sekaligus menjadi agenda peresmian nama baru untuk Center Gender yang berganti nama menjadi “Gender Equity and Sosial Inclusion (GESI) Center LP3ES” dan peresmian perdana Garden Series oleh Direktur GESI Center, Julia Suryakusuma.

Dalam diskusi yang mengangkat tema “Shared Power, Shared Responsibility: Sweden’s Journey Toward Gender Equality”, H.E. Marina Berg, mendesak kita untuk waspada terhadap bahaya dan kesulitan yang diakibatkan karena melemahnya demokrasi dari waktu ke waktu. Pandemi Covid-19 dan agresi Rusia terhadap Ukraina menjadi faktor yang mengakibatkan melambungnya harga komoditas, hal ini menjadi contoh dalam beberapa tahun terakhir. Namun faktanya, kelompok minoritas, termasuk perempuan, selalu menjadi korban keruntuhan demokrasi.

Menanggapi merosotnya demokrasi, tentu saja membangun masyarakat yang demokratis menjadi prioritas. Dalam situasi yang dihadapi saat ini, kesetaraan gender merupakan fitur penting dari masyarakat demokratis. Namun, perempuan, baik yang sudah tiada maupun yang masih hidup, hingga saat ini belum mengalami kesetaraan gender.

H.E. Marina Berg menyatakan bahwa kesetaraan gender adalah hal yang diberikan sepanjang hidupnya sebelum pembahasan lebih jauh mengenai kesetaraan gender di Swedia. Terlepas dari kenyataan bahwa Swedia telah menjadi pendukung besar kesetaraan gender dalam masyarakat mereka, masih ada tujuan yang harus dicapai dan beberapa kemunduran. Namun, Swedia tetap berkomitmen untuk terus mendorong kesetaraan gender.

Di bidang ekonomi, semakin dekat dengan se gender, semakin banyak miliaran dolar yang dihasilkan. Menurut pengertian ini, ketika perempuan memiliki kesempatan untuk bekerja, perekonomian akan tumbuh. Berinvestasi dalam kesetaraan gender di tempat kerja telah membantu Swedia dan negara Nordik lainnya menjadi beberapa negara paling sukses di dunia. Ambisi untuk pertumbuhan ekonomi dimulai pada tahun 1960-an dan 1970-an, yang menjadi salah satu alasan mengapa partisipasi perempuan dalam angkatan kerja didorong. Swedia memulai langkahnya melalui pendidikan, dengan memperkenalkan sekolah dasar wajib untuk anak perempuan dan laki-laki. Kemudian, pada 1970-an, reformasi politik di sektor pasar tenaga kerja dan sistem perawatan sosial diberlakukan, seperti dikeluarkannya kebijakan perpajakan terpisah dan tunjangan orang tua, serta kebijakan Kesetaraan Gender Swedia 1994 – yang mendorong ‘kebebasan’ perempuan.

Bahkan dengan semua langkah pemerintah Swedia untuk mempromosikan kesetaraan gender, H.E. Marina Berg menekankan bahwa kesetaraan gender akan tetap menjadi nilai fundamental di Swedia dan merupakan aspek penting dan prioritas dari kebijakan luar negerinya. Tiga R – rights, representation and resources akan selalu berlaku dan hadir dalam pendirian Swedia tentang kesetaraan gender.

Bagaimana kita mengakhiri masyarakat patriarki di bumi tempat kita tinggal ini? H.E. Marina Berg menekankan bahwa kita memiliki peran kita sendiri, yang harus kita mulai dari yang muda; kita harus break the gender norms, mendorong anak perempuan untuk mengambil ruang, dan membiarkan anak laki-laki menangis dan mengekspresikan emosinya. Pada pernyataan terakhirnya, H.E. Marina Berg menyatakan, “Adalah tanggung jawab setiap orang untuk membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik untuk ditinggali. Dan itu akan terjadi, jika Anda dan saya, dan kita semua memulai dengan hal-hal kecil dalam hidup; dalam keluarga Anda sendiri, dan komunitas Anda sendiri. Dengan berbagi tanggung jawab, Anda juga berbagi kekuatan, dari dalam keluarga, tenaga kerja, hingga arena global. Dan begitulah seharusnya demokrasi bekerja! …”.

Indonesia dan Swedia berada pada level yang berbeda jika dilihat dari perspektif kesetaraan gender. Namun kedua negara ini masih belajar dan masih menghadapi tantangan terkait kesetaraan gender. Tantangan ini semakin besar dengan adanya hukum pidana baru dan masyarakat sipil yang semakin kuat di Indonesia. Tetapi hal tersebut bukan menjadi alasan untuk berhenti berjuang!

Inggris:

H.E. Marina Berg, the Swedish Ambassador to Indonesia, opened the discussion series by the Center for Gender Studies LP3ES, Shared Power, Shared Responsibility: Sweden’s Journey Toward Gender Equality, and urged us to be vigilant against dangers and difficulties as democracy weakens over time. The Covid-19 pandemic and Russia’s aggression towards Ukraine, which resulted in soaring commodity prices, have been examples in recent years. In fact, minority groups, including women, are always victims of democracy’s collapse. In responding to the decline of democracy, establishing a democratic society is unquestionably a priority. In this situation, gender equality is an essential feature of a democratic society. However, women, whether dead or alive, have not experienced gender equality until now.

            H.E. Mrs. Berg stated that gender equality is a given thing in her entire life before going on to discuss gender equality in Sweden. Despite the fact that Sweden has been a great proponent of gender equality in their society, there are still goals to be met and a few setbacks. However, Sweden is still committed to fostering gender equality.

            In the economic sector, the closer the gender gap, the more billions of dollars are produced. According to this notion, when women have the opportunity to work, the economy grows. Investing in gender equality in the workplace has helped Sweden and other Nordic countries become some of the most successful in the world. The ambition for economic growth started back in the 1960s and 1970s, which becomes one of the reasons why women’s participation in the workforce is pushed. Sweden began with education, introducing compulsory elementary school for both girls and boys. Then, in the 1970s, political reforms in the labor market sector and social care system were enacted, such as the issuing of separate taxation and parental benefit policies, and 1994 Sweden Gender Equality policy – which boosted women’s ‘freedom’.

            Even with all of the Swedish government’s measures to promoting gender equality, H.E. Mrs. Berg emphasized that gender equality will remain a fundamental value in Sweden and an essential and prioritized aspect of its foreign policy. The three R’s – rights, representation and resources will always be valid and present in Sweden’s stance on gender equality.

            How do we end the patriarchy society on this very earth we live in? H.E. Mrs. Berg emphasized that we have our own role, which we must begin with the young ones; we must break the gender norms, encourage girls to take up space, and allow boys to weep and express their emotions. On her final statement, H.E. Mrs Berg stating the obvious, “It is everyone’ responsibility to make the world a better place to live in. And that will happen, if you and I, and all of us start with the small things in life; within your own family, and own community. By sharing responsibilities, you also share the powers, from within the family, to the workforce, up to the global arena. And that is how democracy should work! …“.

Indonesia and Sweden are at different levels if seen from a gender equality perspective. But both country still learning and still facing challenges over gender equality. Now gender equality in Indonesia is becoming increasingly a challenge, with the new criminal code and civil society getting stronger. But that doesn’t mean the fight is over!

Share This