Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) menyoroti pernyataan pemerintah dalam membuat kebijakan terkait mudik. LP3ES menilai pemerintah mencla-mencle atau tidak konsisten dalam membuat kebijakan soal mudik.
“Lack of consistency atau mencla mencle. Ada 11 pernyataan yang berbeda terkait mudik boleh atau nggak dari 7 pejabat,” kata Direktur Center for Media and Democracy LP3ES, Wijayanto, dalam diskusi online yang disiarkan di YouTube, Sabtu (9/5/2020).
Diskusi ini mengangkat tema Biarkan Ilmu Pengetahuan Memandu: Mendorong Kebijakan Berbasis Riset di Masa Pandemi. Wijayanto menyampaikan soal ciri kesalahan komunikasi di masa pandemi yakni kurang responsif, kurang jernih, kurang akurat, kurang transparan, dan kurang konsisten.
Para pejabat yang dimaksudnya di antaranya ialah Presiden Jokowi; Jubir Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto; Mensesneg Pratikno; Kepala BNPB Doni Monardo; dan Menko Kemaritiman Luhut B Pandjaitan. Wijayanto mengatakan data tersebut didapat berdasarkan riset dari Januari-Maret.
Lalu Wijayanto menyoroti soal penggunaan beda antara ‘pulang kampung’ dan ‘mudik’ yang diungkapkan Jokowi. Menurutnya, pernyataan tersebut malah membuat bingung masyarakat.
“Lalu April dan Mei, Presiden mengatakan pulang kampung boleh tapi mudik dilarang. Terlepas dari mungkin maknanya berbeda, tapi apakah masyarakat bawah akan clear?” ujar dia.
Wijayanto juga menyoroti pemerintah yang tidak konsisten dalam melarang mudik. Ada pernyataan yang berbeda dilontarkan oleh pejabat pemerintah.
“Yang menarik, belum lama ini Menhub menyatakan mudik dan pulang kampung sama. Jadi berbagai pejabat menyampaikan berita/pesan yang berbeda atau tidak konsisten,” ujarnya.
“Hal itu faktor penyebabnya tak ada kepemimpinana. Kita tak tahu dalam hal ini siapa yang jadi pemandu. Kita ingat presiden Jokowi pernah mengatakan mudik dilarang lalu Menteri Marvin LBP menyatakan boleh, lalu presiden merubah pernyataannya. sekarang ada perubahannya. Jadi mungkin bukannya tak ada kepemimpinan ya, bisa jadi terbanyak kepemimpinan,” tambah dia.
Selain itu, dia menyorot soal kegagalan pemerintah membuat priotitas. Di masa pandemi ini, pemerintah dihadapkan pada mendahulukan masalah kesehatan dan ekonomi.
“Lalu terlalu banyak aktor ikut bicara, padahal mestinya satu pintu menurut teori komunikasi krisis. Lalu buruknya koordinasi. Lalu kegagalan membut skala prioritas. Prioritas kita apa sih? Kesehatan atau ekonimi? Atau jangan-jangan kita kadang-kadang ekonomi saja deh jadi mudik dibolehkan. Atau kita kesehatan saja deh jadi mudik dilarang,” ungkap dia.